Kondisi kerusakan hutan dan Kehidupan burung indonesia
Kerusakan hutan di Indonesia cukup memprihatinkan. Berdasarkan catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya.
Kementerian Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang. Berdasarkan data pada rentang tahun 1982-1990, kerusakan hutan di Indonesia sebanyak 0,9 juta hektare, 1990-1997 meningkat jadi 1,8 juta hektare. Sedangkan pada zaman reformasi dari 1997-2000 mencapai 2,83 juta hektare dan tahun 2000-2005 turun menjadi 1,08 juta hektar. Berdasarkan data tahun 2006 menunjukkan luas lahan kritis di Indonesia mencapai 30,196 juta hektare. (Laiolo, P. E.et.al, 2003).
Kerusakan hutan di Sumatera |
Perubahan Populasi dan Peningkatan Status Burung di Indonesia
Keragaman burung di Indonesia menghadapi ancaman karena rusaknya hutan sebagai habitatnya. Tercatat 122 jenis terancam punah dan masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). 18 jenis berstatus kritis, 31 jenis genting, sementara 73 jenis tergolong rentan. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang burungnya paling banyak terancam punah sejak tahun 1960 –an (Lambert, 1992 dalam Partasasmita, 2003).
Keragaman burung di Indonesia menghadapi ancaman karena rusaknya hutan sebagai habitatnya. Tercatat 122 jenis terancam punah dan masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). 18 jenis berstatus kritis, 31 jenis genting, sementara 73 jenis tergolong rentan. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang burungnya paling banyak terancam punah sejak tahun 1960 –an (Lambert, 1992 dalam Partasasmita, 2003).
Ratusan burung Indonesia terancam punah mulai burung semak, air, pantai, hingga burung hutan. Sementara itu, sebanyak 16 spesies dalam status genting mendekati punah (endangered) sejak tahun 1980. Bahkan, satu spesies burung rawa endemik, Ttrulek Jawa (Vanellus macropterus) berdasarkan status Internasional Union for The Consevation of Nature and natural resources ( IUCN) dalam status kritis terancam punah.
Berdasarkan
pengamatan di lapangan, spesies burung rawa endemik Trulek Jawa (Vanellus macropterus) sudah
tidak ditemui semenjak 1968. Secara faktual, ornitologis sudah berkesimpulan
bahwa spesies trulek Jawa sudah punah. Namun, ini masih harus dibuktikan secara
ilmiah. Selain trulek Jawa, sebelumnya juga ada spesies endemik burung Pelanduk
(sejenis burung semak) di Kalimantan yang konon sudah tidak teramati sejak 1900-an.
Artinya, spesies ini diduga kuat sudah punah dari muka bumi. Sebab,diyakini
satu-satunya spesimen yang tersisa dari burung ini berada di Belanda (Kartawinata,
2004).
Sisa hutan mangrouve di Muara Angke, Jakarta |
Saat
ini, populasi Elang Jawa (Nisaetus
bartelsi) tinggal sekira 200 ekor di Pulau Jawa. Sementara di hutan lerang Gunung
Merapi hanya tinggal lima ekor. Terancamnya burung endemik pulau jawa ini
karena populasi manusia yang meningkat pesat di Pulau Jawa yang meningkatkan
pengerusakan hutan (Welty, 1988).
Konklusi
Kerusakan
hutan merupakan problema yang dihadapi Indonesia pada saat ini. Kesadaran
masyarakat Indonesia untuk menjaga hutan demi kelangsungan hidup semua makhluk
hidup ternyata masih rendah. Bahkan kerusakan hutan semakin hari semakin parah.
Banyak hutan yang dikonversi menjadi lahan perkebunan sawit dan karet. Selain
itu pembalakan liar masih kerap terjadi, bahkan kerusakan hutan oleh
pembalakan di Kalimantan paling mendominasi.
Banyak sekali faktor yang dapat merusak hutan sebagai habitat satwa, termasuk dalam kajian ini. Dari sekian banyak faktor yang memicu kerusakan habitat adalah kesadaran manusia yang rendah tentang fungsi hutan, dan sikap serakah menjarah hutan untuk kepentingan sesaat.
Seiring dengan rusaknya hutan, populasi burung juga ikut menurun. Menurunnya populasi burung ini menjadikan banyak jenis burung menjadi terancam diambang kepunahan, serta menempatkan Indonesia sebagai negara yang burungnya paling banyak terancam punah.
Banyak sekali faktor yang dapat merusak hutan sebagai habitat satwa, termasuk dalam kajian ini. Dari sekian banyak faktor yang memicu kerusakan habitat adalah kesadaran manusia yang rendah tentang fungsi hutan, dan sikap serakah menjarah hutan untuk kepentingan sesaat.
Seiring dengan rusaknya hutan, populasi burung juga ikut menurun. Menurunnya populasi burung ini menjadikan banyak jenis burung menjadi terancam diambang kepunahan, serta menempatkan Indonesia sebagai negara yang burungnya paling banyak terancam punah.
Untuk melindungi habitat burung, pemerintah Indonesia sebenarnya telah melakukan perluasan kawasan konservasi, baik berupa kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam, maupun hutan lindung. Meskipun perluasan kawasan konservasi ini tidak sebanding dengan laju kerusakan hutan.
Untuk meminimalkan kerusakan hutan yang terjadi, banyak faktor yang harus dibenahi, berikut faktor yang utama yang harus dibenahi:
1. Ekonomi masyarakat
2. Kesadartahuan masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan
3. Perundangan yang pro dengan menjaga lingkungan (hutan)
4. Sistem hukum yang tegas dalam penanganan kasus
5. Ilmu pengetahuan yang berguna dalam upaya konservasi hutan
5. Ilmu pengetahuan yang berguna dalam upaya konservasi hutan
Semoga artikel ini sedikit memberikan gambaran tentang kerusakan hutan Indonesia dan pengaruhnya bagi kelangsungan hidup burung.
Sumber:
Departemen Kehutanan.
2005. Luas Kawasan Hutan
di Indonesia. www.dephut.go.id.
Departemen Kehutanan. 2009. Perkembangan Penetapan Kawasan
Konservasi sampai
dengan Tahun 2009. http://siaphut.dephut.go.id
Kartawinata,
Afriastini, M. He-riyanto, dan I. Samsoedin. 2004. A Tree Species Inventory
in A One-Hectare Plot at the Batang Gadis National Park, North Sumatra
In-donesia. Reinwardtia 12(2):145
in A One-Hectare Plot at the Batang Gadis National Park, North Sumatra
In-donesia. Reinwardtia 12(2):145
0 komentar:
Post a Comment
Silahkah Berkomentar Sesuai Dengan Konten, Bisa Berupa Tanggapan, Kritik, Ataupun Saran. Terimakasih.